Kamis, 23 Desember 2010

Tentang ibadah

Bagi setiap muslim,
apalagi dai, berkewajiban
untuk mendekatkan diri
kepada Allah agar meraih
kecintaan-Nya. Dalam
sebuah hadits Qudsi
disebutkan: “Pendekatan
diri hamba-Ku yang paling
Aku cintai adalah dengan
sesuatu yang Aku
wajibkan padanya. Dan
jika hamba-Ku senantiasa
mendekatkan diri dengan
nafilah (ibadah tambahan)
, sehingga Aku
mencintainya.” (Bukhari)
Dalam hadits ini
menunjukkan bahwa
ibadah yang paling
dicintai Allah Ta’ala adalah
melaksanakan kewajiban.
Kewajiban terdiri dari
Fardhu Ain dan Fardhu
Kifayah. Fardhu Ain yaitu
kewajiban yang mengikat
setiap individu muslim,
seperti sholat lima waktu,
zakat, puasa, haji jika
mampu, berbakti kepada
orang tua, memberi
nafkah pada anak istri dan
lain-lain. Sedangkan
Fardhu Kifayah yaitu
kewajiban kolektif jika
sudah dilakukan oleh
orang lain maka gugurlah
kewajiban tersebut,
seperti menyelenggarakan
jenazah, menuntut
sebagian ilmu tertentu,
dakwah, amar ma’ruf nahi
mungkar, berjihad dan
lain-lain. Pada saat
tertentu Fardhu Kifayah
dapat berubah menjadi
Fardhu Ain, seperti
dakwah, amar ma’ruf nahi
mungkar, dan jihad.
Fardhu adalah pokok
sedangkan nafilah adalah
cabang. Nafilah dapat
melengkapi ibadah fardhu
dan dapat menutupi
kekurangannya. Seseorang
tidak dapat disebut
mengerjakan ibadah
nafilah jika meninggalkan
yang fardhu. Oleh karena
itu jika orang beriman
melaksanakan yang
fardhu kemudian
diteruskan dengan ibadah
tambahan, maka Allah
akan mencintainya.
Sehingga sangat salah
orang yang menyibukkan
pada ibadah yang sunnah
sementara meninggalkan
yang wajib.
Jadi, secara umum
pendekatan diri kepada
Allah dilakukan dengan
cara beribadah kepada
Allah.
IBADAH
Ibnu Taimiyah berkata,
ibadah adalah kata yang
mencakup semua
kebaikan, yaitu segala
perkataan dan perbuatan
baik lahir maupun batin
yang diridhai dan dicintai
Allah. Ibadah adalah
risalah dan misi besar
manusia. Hanya untuk
inilah Allah menciptakan
manusia dan jin (lihat Adz-
Dzariyat: 56). Dan hanya
untuk ini pula Allah
mengutus para nabi dan
rasul (lihat An-Nahl: 36).
Rasulullah saw. bertanya
pada Muadz bin Jabal,
“Wahai Muadz, tahukah
engkau apa hak Allah atas
hamba-Nya dan hak
hamba atas Allah?” Saya
berkata, “Allah dan rasul-
Nya yang paling tahu.”
Rasul saw. bersabda, “Hak
Allah atas hamba-Nya
adalah beribadah kepada-
Nya dan tidak
menyekutukan-Nya; dan
hak hamba atas Allah
adalah tidak mengadzab
orang yang tidak
menyekutukan
Allah. ” (Muttafaqun ‘alaihi)
Tetapi sangat
disayangkan, jika kita
melihat realitas manusia,
mayoritas mereka musyrik
atau menyekutukan Allah
dengan mahluk-Nya.
Bangsa-bangsa besar yang
menempati bumi ini
mayoritasnya musyrik
kepada Allah, mayoritas
manusia yang menempati
benua Amerika, Eropa,
Australia dan juga Asia
adalah orang-orang yang
mensyekutukan Allah.
Sekitar 6 milyar penduduk
dunia, hanya ¼ nya saja
yang mengakui muslim.
Dan umat Islam pun masih
banyak yang belum
menyembah Allah,
minimal dengan
menegakkan sholat.
Melihat realitas ini, maka
kewajiban yang paling
utama bagi orang-orang
beriman adalah
berdakwah mengajak
manusia agar beriman dan
beribadah kepada Allah
saja.
Orang-orang beriman
yang mengenal Allah
dengan sebenarnya,
mengenal hakekat dirinya
dan mengetahui
risalahnya, maka akan
melaksanakan ibadah
seoptimal mungkin, tetapi
pada saat yang sama
mereka sangat takut pada
Allah. Sebagaimana yang
disebutkan dalam surat Al-
Mu ’minun: 57-61,
“Sesungguhnya orang-
orang yang berhati-hati
Karena takut akan (azab)
Tuhan mereka, Dan orang-
orang yang beriman
dengan ayat-ayat Tuhan
mereka, Dan orang-orang
yang tidak
mempersekutukan
dengan Tuhan mereka
(sesuatu apapun), Dan
orang-orang yang
memberikan apa yang
Telah mereka berikan,
dengan hati yang takut,
(karena mereka tahu
bahwa) Sesungguhnya
mereka akan kembali
kepada Tuhan mereka,
Mereka itu bersegera
untuk mendapat
kebaikan-kebaikan, dan
merekalah orang-orang
yang segera
memperolehnya.
SYARAT IBADAH
Dalam beribadah dan
melakukan pendekatan
diri kepada Allah, sangat
terkait dengan syarat-
syaratnya agar ibadahnya
diterima. Dan syaratnya
hanya dua yaitu ikhlas dan
mengikuti sunnah Rasul
saw. atau Syariah Islam.
Inilah inti dari makna
syahadat yang kita
ucapkan. Rasulullah saw.
bersabda, “Sesungguhnya
Allah tidak menerima
amal kecuali dilakukan
dengan ikhlas dan
mengharap ridha-Nya.”
Berkata Fudhail bin Iyadh
mengomentari surat Al-
Mulk: 2, “Ahsanu ‘amala
(Amal yang paling baik)
adalah akhlasahu (yang
paling ikhlas) dan
ashwabahu (yang paling
benar).” Berkata,
“Sesungguhnya jika amal
dilakukan dengan ikhlas
tetapi tidak benar, maka
tidak diterima. Dan jika
amal itu benar tetapi tidak
ikhlas, juga tidak diterima
sehingga amal itu harus
ikhlas dan benar.” Iyadh
berkata, “Ikhlas dilakukan
karena Allah Azza wa Jalla,
dan benar jika dilakukan
sesuai sunnah.”
Ibadah yang dilakukan
umat Islam harus selalu
mengacu pada dua syarat
tersebut; jika tidak, maka
amalnya sia-sia bahkan
dapat mengarah pada
dosa. Rasul saw. bersabda,
“Siapa yang mengada-ada
pada urusan agama ini,
sesuatu yang sebelumnya
tidak ada, maka tertolak.”
(Bukhari dan Muslim).
Banyak sekali tradisi yang
berkembang di tengah
umat Islam, dan mereka
melakukannya seolah-
olah ibadah yang
diajarkan Rasulullah saw.
padahal tidak ada
landasannya sama sekali.
Di sinilah pentingnya para
ulama dan para dai yang
mengajarkan Islam
kepada umatnya dengan
penuh hikmah dan
kesabaran, sehingga umat
terhindar dari segala
macam syirik, khurofat,
takhayyul dan bid’ah.
HUKUM TAKLIFI
Dalam melaksanakan
ibadah, para ulama usul
menetapkan hukum taklifi
yang mengikat bagi para
mukallaf atau muslim
yang sudah dewasa.
Dengan memahami status
hukum dalam setiap
perbuatan, maka setiap
muslim berada dalam
kejelasan dalam setiap
urusannya. Para ulama
mendefinisikan hukum
taklifi atau hukum yang
terkait dengan perbuatan
yang dilakukan setiap
muslim yaitu arahan
Syariah (khitab syari’i)
yang terkait dengan
perbuatan setiap muslim
yang mukallaf (baligh),
baik bersifat permintaan
untuk melaksanakan,
permintaan untuk
meninggalkan maupun
pilihan antara
melaksanakan atau
meninggalakan.
Permintaan yang bersifat
mengikat atau harus
disebut wajib, sedangkan
yang tidak mengikat
disebut mandub atau
sunnah. Sedangkan
permintaan untuk
meninggalkan yang
bersifat harus disebut
haram dan yang tidak
bersifat harus disebut
makruh. Adapun pilihan
antara melaksanakan dan
meninggalakan disebut
mubah. Oleh karena itu
hukum dalam Fiqih Islam
terbagi menjadi lima,
yaitu wajib, mandub,
haram, makruh dan
mubah.
Setiap muslim yang
beriman pada hukum
Islam dan memahami
status hukum suatu
perbuatan dapat
mengetahui prioritas kerja
atau amal yang harus
dilakukan. Sehingga
baginya segala sesuatu
yang harus dilakukan
dalam kehiduan dunia
menjadi sangat jelas dan
tegas. Tetapi manakala
seorang muslim tidak
memahami status hukum
maka semuanya akan
mejadi kabur dan samar,
yang pada akhirnya dia
akan mengalami
kebingunagan dan
kekacauan dalam
hidupnya karena tidak ada
arahan dan prioritas kerja
yang harus dia lakukan
dalam kehidupannya di
dunia.
Wajib adalah suatu
perintah Syariat yang
harus dilakukan dan
bersifat mengikat, jika
ditinggalakan maka akan
mendapat sanksi atau
dosa dan jika dilaksanakan
akan mendapat pahala
atau balasan dari sisi Allah.
Wajib terbagi menjadi
dua; wajib aini, yaitu
kewajiban yang mengikat
atas setiap individu
muslim, seperti shalat lima
waktu, zakat, puasa, haji.
Dan wajib kifayah, yaitu
kewajiban yang mengikat
atas sekelompok umat
Islam.
Mandub adalah perintah
Syariat yang sebaiknya
dilaksanakan dan tidak
bersifat mengikat, atau
sesuatu yang jika
dilaksanakan
mendapatkan pahala dan
jika ditinggalkan tidak
terkena sanksi. Mandub
disebut juga sunnah,
tatowwu’, mustahab,
nafilah dan ihsan. Mandub
memiliki beberapa
tingkatan; Sunnah
Muakkadah, yaitu sesuatu
yang senantiasa dilakukan
oleh Rasul saw. tetapi
tidak sampai wajib, seperti
sholat witir, sholat
rawatib dan lain-lain.
Sunnah ghairu
Muakkadah, yaitu sunnah
yang tidak selalu
dilakukan oleh Rasul saw.
seperti sedekah secara
umum. Sunnah yang lain
adalah mencontoh Rasul
saw. pada masalah tradisi
yang tidak terkait
langsung dengan Syariat
seperti makan, minum dan
berpakaian ala Rasul saw.
Haram adalah perintah
Syariat untuk
meninggalkannya dan
bersifat harus atau
mengikat dan jika tidak
maka akan mendapat
sanksi atau dosa. Haram
terbagi menjadi dua, yaitu
haram li dzatihi dan
haram li ghairihi. Haram li
dzatihi diharamkan karena
jelas-jelas menimbulkan
bahaya langsung seperti
makan bangkai, berzina,
minum khomr, mencuri
dll. Sedangkan haram li
ghairihi,
pengharamanannya
karena tidak
menimbulkan bahaya
secara langsung seperti
melihat aurat wanita,
hukumnya tetap haram
karena mengarahkan pada
perzinahan. Haram li
ghairihi disebabkan juga
karena terkait dengan
momentum atau kasus
tertentu seperti
berdagang saat adzan
shalat Jum’at bagi lelaki,
atau shalat bagi wanita
yang haidh.
Haram Li Dzatihi dan
Haram Li Ghairihi memiliki
perbedaan pada dua hal,
pertama pada transaksi
atau akad. Haram li dzatihi
membatalkan akad
sedangkan haram li
ghairihi tidak. Kedua,
haram li dzatihi tidak
dapat menjadi mubah
kecuali karena darurat.
Sedangkan haram li
ghairihi menjadi mubah
cukup karena hajat.
Makruh adalah perintah
Syariat untuk
meninggalkannya yang
tidak harus atau mengikat.
Apabila pekerjaan itu
ditinggalkan maka akan
mendapat imbalan pahala
dan jika dilakukan tidak
mendapatkan apa-apa.
Adapun mubah adalah
pilihan Syariat untuk
mengerjakan atau
meninggalkannya. Mubah
dapat diketahui dari tiga
hal, yaitu jika melakukan
atau meninggalkan tidak
ada dampak sanksinya,
nash tidak menunjukkan
haram dan nash
menunjukkan halal.
Namun demikian, seorang
muslim yang baik
berupaya untuk
mengharap kebaikan dan
pahala pada amal-amal
yang mubah, yaitu dengan
niat yang baik dan
mengarahkan yang
mubah untuk sarana taat
pada Allah. Begitu juga dia
berusaha meninggalkan
sebagian yang mubah
karena khawatir jatuh
pada yang diharamkan.
KONDISI MUKALLAF
(MUSLIM)
Setiap muslim yang
mukallaf tidak terlepas
dari 3 kondisi. Ketika
muslim dalam kondisi
mendapatkan ni’mat Allah,
maka mereka harus
bersyukur. Dalam kondisi
mendapat ujian atau
cobaan, mereka harus
bersabar. Dan dalam
kondisi berbuat dosa,
mereka harus beristighfar
dan bertaubat. Ketika
ketiga pensikapan
tersebut terus dilakukan
oleh setiap muslim dalam
menghadapi kondisinya,
maka dia akan
mendapatkan puncak
kebahagiaan.
Bukankah setiap muslim
hidup dalam limpahan
nikmat Allah? Allah telah
menciptakannya sebagai
manusia, makhluk yang
paling mulia. Kemudian
diberinya rezeki yang
baik-baik. Lahir ke dunia
dalam kondisi tidak
memiliki apa-apa, dan
sekarang banyak
mendapatkan fasilitas dari
Allah. Selanjutnya Allah
memberikan nikmat yang
paling besar yaitu nikmat
hidayah dan keimanan.
Dengan nikmat itu setiap
muslim dapat berjalan di
muka bumi dengan
arahan yang jelas. Inilah
kondisi yang dialami
setiap muslim, oleh
karenannya mereka harus
sentiasa bersyukur kepada
Allah dengan sepenuh
syukur. Mengakui bahwa
seluruh nikmat datang
dari Allah,
mengungkapkannya lewat
lisan dan
membuktikannya dengan
ketaatan dan pengabdian
kepada Allah.
Kondisi kedua yang tidak
akan lepas dari setiap
muslim juga adalah ujian.
“Dan sungguh akan kami
berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. dan
berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang
sabar. (yaitu) orang-orang
yang apabila ditimpa
musibah, mereka
mengucapkan: “Inna
lillaahi wa innaa ilaihi
raaji’uun”. Mereka Itulah
yang mendapat
keberkatan yang
Sempurna dan rahmat dari
Tuhan mereka dan mereka
Itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk”.
Dalam ayat ini Allah
memberikan kabar
gembira kepada orang-
orang yang sabar ketika
menghadapi ujian. Dan
sejatinya setiap muslim
akan mendapat ujian
sebagaimana disebutkan
dalam ayat diatas.
Dan kondisi ketiga, yang
tidal lepas dari setiap
muslim adalah khilaf dan
melakukan dosa. Inilah ciri
khas manusia secara
umum, karena mereka
adalah anak-cucu Adam
dan Hawa yang pernah
melakukan dosa. Tetapi
sebaik-baiknya orang
yang melakukan dosa
adalah beristighfar dan
bertaubat. Dan diantara
banyak bentuk istighfar
ada tuannya istighfar atau
Sayyidul Istighfaar, setiap
muslim harus dapat
menghafal dan
membacanya secara rutin,
” Ya, Allah Engkaulah
Rabbku tiada ilah kecuali
Engkau. Engkau telah
menciptakanku, aku
adalah hamba-Mu, dan
aku akan berusaha tetap
komitmen dijalan-Mu
sekuat tenagaku. Aku
mengakui segala ni’mat-
Mu padaku, dan aku
mengakui dosaku,
ampunilah aku. Karena
tidak Dzat yang dapat
mengampuni kecuali
Engkau”.
Ketika muslim dan
muslimah senatiasa dalam
sikap seperti ini, niscaya
mereka akan
mendapatkan
kebahagiaan, bukan hanya
di dunia, tetapi di dunia
dan akhirat. Semoga Allah
memberikan istiqomah
pada kita. Amin.
(dakwatuna)

Tentang ibadah

Bagi setiap muslim,
apalagi dai, berkewajiban
untuk mendekatkan diri
kepada Allah agar meraih
kecintaan-Nya. Dalam
sebuah hadits Qudsi
disebutkan: “Pendekatan
diri hamba-Ku yang paling
Aku cintai adalah dengan
sesuatu yang Aku
wajibkan padanya. Dan
jika hamba-Ku senantiasa
mendekatkan diri dengan
nafilah (ibadah tambahan)
, sehingga Aku
mencintainya.” (Bukhari)
Dalam hadits ini
menunjukkan bahwa
ibadah yang paling
dicintai Allah Ta’ala adalah
melaksanakan kewajiban.
Kewajiban terdiri dari
Fardhu Ain dan Fardhu
Kifayah. Fardhu Ain yaitu
kewajiban yang mengikat
setiap individu muslim,
seperti sholat lima waktu,
zakat, puasa, haji jika
mampu, berbakti kepada
orang tua, memberi
nafkah pada anak istri dan
lain-lain. Sedangkan
Fardhu Kifayah yaitu
kewajiban kolektif jika
sudah dilakukan oleh
orang lain maka gugurlah
kewajiban tersebut,
seperti menyelenggarakan
jenazah, menuntut
sebagian ilmu tertentu,
dakwah, amar ma’ruf nahi
mungkar, berjihad dan
lain-lain. Pada saat
tertentu Fardhu Kifayah
dapat berubah menjadi
Fardhu Ain, seperti
dakwah, amar ma’ruf nahi
mungkar, dan jihad.
Fardhu adalah pokok
sedangkan nafilah adalah
cabang. Nafilah dapat
melengkapi ibadah fardhu
dan dapat menutupi
kekurangannya. Seseorang
tidak dapat disebut
mengerjakan ibadah
nafilah jika meninggalkan
yang fardhu. Oleh karena
itu jika orang beriman
melaksanakan yang
fardhu kemudian
diteruskan dengan ibadah
tambahan, maka Allah
akan mencintainya.
Sehingga sangat salah
orang yang menyibukkan
pada ibadah yang sunnah
sementara meninggalkan
yang wajib.
Jadi, secara umum
pendekatan diri kepada
Allah dilakukan dengan
cara beribadah kepada
Allah.
IBADAH
Ibnu Taimiyah berkata,
ibadah adalah kata yang
mencakup semua
kebaikan, yaitu segala
perkataan dan perbuatan
baik lahir maupun batin
yang diridhai dan dicintai
Allah. Ibadah adalah
risalah dan misi besar
manusia. Hanya untuk
inilah Allah menciptakan
manusia dan jin (lihat Adz-
Dzariyat: 56). Dan hanya
untuk ini pula Allah
mengutus para nabi dan
rasul (lihat An-Nahl: 36).
Rasulullah saw. bertanya
pada Muadz bin Jabal,
“Wahai Muadz, tahukah
engkau apa hak Allah atas
hamba-Nya dan hak
hamba atas Allah?” Saya
berkata, “Allah dan rasul-
Nya yang paling tahu.”
Rasul saw. bersabda, “Hak
Allah atas hamba-Nya
adalah beribadah kepada-
Nya dan tidak
menyekutukan-Nya; dan
hak hamba atas Allah
adalah tidak mengadzab
orang yang tidak
menyekutukan
Allah. ” (Muttafaqun ‘alaihi)
Tetapi sangat
disayangkan, jika kita
melihat realitas manusia,
mayoritas mereka musyrik
atau menyekutukan Allah
dengan mahluk-Nya.
Bangsa-bangsa besar yang
menempati bumi ini
mayoritasnya musyrik
kepada Allah, mayoritas
manusia yang menempati
benua Amerika, Eropa,
Australia dan juga Asia
adalah orang-orang yang
mensyekutukan Allah.
Sekitar 6 milyar penduduk
dunia, hanya ¼ nya saja
yang mengakui muslim.
Dan umat Islam pun masih
banyak yang belum
menyembah Allah,
minimal dengan
menegakkan sholat.
Melihat realitas ini, maka
kewajiban yang paling
utama bagi orang-orang
beriman adalah
berdakwah mengajak
manusia agar beriman dan
beribadah kepada Allah
saja.
Orang-orang beriman
yang mengenal Allah
dengan sebenarnya,
mengenal hakekat dirinya
dan mengetahui
risalahnya, maka akan
melaksanakan ibadah
seoptimal mungkin, tetapi
pada saat yang sama
mereka sangat takut pada
Allah. Sebagaimana yang
disebutkan dalam surat Al-
Mu ’minun: 57-61,
“Sesungguhnya orang-
orang yang berhati-hati
Karena takut akan (azab)
Tuhan mereka, Dan orang-
orang yang beriman
dengan ayat-ayat Tuhan
mereka, Dan orang-orang
yang tidak
mempersekutukan
dengan Tuhan mereka
(sesuatu apapun), Dan
orang-orang yang
memberikan apa yang
Telah mereka berikan,
dengan hati yang takut,
(karena mereka tahu
bahwa) Sesungguhnya
mereka akan kembali
kepada Tuhan mereka,
Mereka itu bersegera
untuk mendapat
kebaikan-kebaikan, dan
merekalah orang-orang
yang segera
memperolehnya.
SYARAT IBADAH
Dalam beribadah dan
melakukan pendekatan
diri kepada Allah, sangat
terkait dengan syarat-
syaratnya agar ibadahnya
diterima. Dan syaratnya
hanya dua yaitu ikhlas dan
mengikuti sunnah Rasul
saw. atau Syariah Islam.
Inilah inti dari makna
syahadat yang kita
ucapkan. Rasulullah saw.
bersabda, “Sesungguhnya
Allah tidak menerima
amal kecuali dilakukan
dengan ikhlas dan
mengharap ridha-Nya.”
Berkata Fudhail bin Iyadh
mengomentari surat Al-
Mulk: 2, “Ahsanu ‘amala
(Amal yang paling baik)
adalah akhlasahu (yang
paling ikhlas) dan
ashwabahu (yang paling
benar).” Berkata,
“Sesungguhnya jika amal
dilakukan dengan ikhlas
tetapi tidak benar, maka
tidak diterima. Dan jika
amal itu benar tetapi tidak
ikhlas, juga tidak diterima
sehingga amal itu harus
ikhlas dan benar.” Iyadh
berkata, “Ikhlas dilakukan
karena Allah Azza wa Jalla,
dan benar jika dilakukan
sesuai sunnah.”
Ibadah yang dilakukan
umat Islam harus selalu
mengacu pada dua syarat
tersebut; jika tidak, maka
amalnya sia-sia bahkan
dapat mengarah pada
dosa. Rasul saw. bersabda,
“Siapa yang mengada-ada
pada urusan agama ini,
sesuatu yang sebelumnya
tidak ada, maka tertolak.”
(Bukhari dan Muslim).
Banyak sekali tradisi yang
berkembang di tengah
umat Islam, dan mereka
melakukannya seolah-
olah ibadah yang
diajarkan Rasulullah saw.
padahal tidak ada
landasannya sama sekali.
Di sinilah pentingnya para
ulama dan para dai yang
mengajarkan Islam
kepada umatnya dengan
penuh hikmah dan
kesabaran, sehingga umat
terhindar dari segala
macam syirik, khurofat,
takhayyul dan bid’ah.
HUKUM TAKLIFI
Dalam melaksanakan
ibadah, para ulama usul
menetapkan hukum taklifi
yang mengikat bagi para
mukallaf atau muslim
yang sudah dewasa.
Dengan memahami status
hukum dalam setiap
perbuatan, maka setiap
muslim berada dalam
kejelasan dalam setiap
urusannya. Para ulama
mendefinisikan hukum
taklifi atau hukum yang
terkait dengan perbuatan
yang dilakukan setiap
muslim yaitu arahan
Syariah (khitab syari’i)
yang terkait dengan
perbuatan setiap muslim
yang mukallaf (baligh),
baik bersifat permintaan
untuk melaksanakan,
permintaan untuk
meninggalkan maupun
pilihan antara
melaksanakan atau
meninggalakan.
Permintaan yang bersifat
mengikat atau harus
disebut wajib, sedangkan
yang tidak mengikat
disebut mandub atau
sunnah. Sedangkan
permintaan untuk
meninggalkan yang
bersifat harus disebut
haram dan yang tidak
bersifat harus disebut
makruh. Adapun pilihan
antara melaksanakan dan
meninggalakan disebut
mubah. Oleh karena itu
hukum dalam Fiqih Islam
terbagi menjadi lima,
yaitu wajib, mandub,
haram, makruh dan
mubah.
Setiap muslim yang
beriman pada hukum
Islam dan memahami
status hukum suatu
perbuatan dapat
mengetahui prioritas kerja
atau amal yang harus
dilakukan. Sehingga
baginya segala sesuatu
yang harus dilakukan
dalam kehiduan dunia
menjadi sangat jelas dan
tegas. Tetapi manakala
seorang muslim tidak
memahami status hukum
maka semuanya akan
mejadi kabur dan samar,
yang pada akhirnya dia
akan mengalami
kebingunagan dan
kekacauan dalam
hidupnya karena tidak ada
arahan dan prioritas kerja
yang harus dia lakukan
dalam kehidupannya di
dunia.
Wajib adalah suatu
perintah Syariat yang
harus dilakukan dan
bersifat mengikat, jika
ditinggalakan maka akan
mendapat sanksi atau
dosa dan jika dilaksanakan
akan mendapat pahala
atau balasan dari sisi Allah.
Wajib terbagi menjadi
dua; wajib aini, yaitu
kewajiban yang mengikat
atas setiap individu
muslim, seperti shalat lima
waktu, zakat, puasa, haji.
Dan wajib kifayah, yaitu
kewajiban yang mengikat
atas sekelompok umat
Islam.
Mandub adalah perintah
Syariat yang sebaiknya
dilaksanakan dan tidak
bersifat mengikat, atau
sesuatu yang jika
dilaksanakan
mendapatkan pahala dan
jika ditinggalkan tidak
terkena sanksi. Mandub
disebut juga sunnah,
tatowwu’, mustahab,
nafilah dan ihsan. Mandub
memiliki beberapa
tingkatan; Sunnah
Muakkadah, yaitu sesuatu
yang senantiasa dilakukan
oleh Rasul saw. tetapi
tidak sampai wajib, seperti
sholat witir, sholat
rawatib dan lain-lain.
Sunnah ghairu
Muakkadah, yaitu sunnah
yang tidak selalu
dilakukan oleh Rasul saw.
seperti sedekah secara
umum. Sunnah yang lain
adalah mencontoh Rasul
saw. pada masalah tradisi
yang tidak terkait
langsung dengan Syariat
seperti makan, minum dan
berpakaian ala Rasul saw.
Haram adalah perintah
Syariat untuk
meninggalkannya dan
bersifat harus atau
mengikat dan jika tidak
maka akan mendapat
sanksi atau dosa. Haram
terbagi menjadi dua, yaitu
haram li dzatihi dan
haram li ghairihi. Haram li
dzatihi diharamkan karena
jelas-jelas menimbulkan
bahaya langsung seperti
makan bangkai, berzina,
minum khomr, mencuri
dll. Sedangkan haram li
ghairihi,
pengharamanannya
karena tidak
menimbulkan bahaya
secara langsung seperti
melihat aurat wanita,
hukumnya tetap haram
karena mengarahkan pada
perzinahan. Haram li
ghairihi disebabkan juga
karena terkait dengan
momentum atau kasus
tertentu seperti
berdagang saat adzan
shalat Jum’at bagi lelaki,
atau shalat bagi wanita
yang haidh.
Haram Li Dzatihi dan
Haram Li Ghairihi memiliki
perbedaan pada dua hal,
pertama pada transaksi
atau akad. Haram li dzatihi
membatalkan akad
sedangkan haram li
ghairihi tidak. Kedua,
haram li dzatihi tidak
dapat menjadi mubah
kecuali karena darurat.
Sedangkan haram li
ghairihi menjadi mubah
cukup karena hajat.
Makruh adalah perintah
Syariat untuk
meninggalkannya yang
tidak harus atau mengikat.
Apabila pekerjaan itu
ditinggalkan maka akan
mendapat imbalan pahala
dan jika dilakukan tidak
mendapatkan apa-apa.
Adapun mubah adalah
pilihan Syariat untuk
mengerjakan atau
meninggalkannya. Mubah
dapat diketahui dari tiga
hal, yaitu jika melakukan
atau meninggalkan tidak
ada dampak sanksinya,
nash tidak menunjukkan
haram dan nash
menunjukkan halal.
Namun demikian, seorang
muslim yang baik
berupaya untuk
mengharap kebaikan dan
pahala pada amal-amal
yang mubah, yaitu dengan
niat yang baik dan
mengarahkan yang
mubah untuk sarana taat
pada Allah. Begitu juga dia
berusaha meninggalkan
sebagian yang mubah
karena khawatir jatuh
pada yang diharamkan.
KONDISI MUKALLAF
(MUSLIM)
Setiap muslim yang
mukallaf tidak terlepas
dari 3 kondisi. Ketika
muslim dalam kondisi
mendapatkan ni’mat Allah,
maka mereka harus
bersyukur. Dalam kondisi
mendapat ujian atau
cobaan, mereka harus
bersabar. Dan dalam
kondisi berbuat dosa,
mereka harus beristighfar
dan bertaubat. Ketika
ketiga pensikapan
tersebut terus dilakukan
oleh setiap muslim dalam
menghadapi kondisinya,
maka dia akan
mendapatkan puncak
kebahagiaan.
Bukankah setiap muslim
hidup dalam limpahan
nikmat Allah? Allah telah
menciptakannya sebagai
manusia, makhluk yang
paling mulia. Kemudian
diberinya rezeki yang
baik-baik. Lahir ke dunia
dalam kondisi tidak
memiliki apa-apa, dan
sekarang banyak
mendapatkan fasilitas dari
Allah. Selanjutnya Allah
memberikan nikmat yang
paling besar yaitu nikmat
hidayah dan keimanan.
Dengan nikmat itu setiap
muslim dapat berjalan di
muka bumi dengan
arahan yang jelas. Inilah
kondisi yang dialami
setiap muslim, oleh
karenannya mereka harus
sentiasa bersyukur kepada
Allah dengan sepenuh
syukur. Mengakui bahwa
seluruh nikmat datang
dari Allah,
mengungkapkannya lewat
lisan dan
membuktikannya dengan
ketaatan dan pengabdian
kepada Allah.
Kondisi kedua yang tidak
akan lepas dari setiap
muslim juga adalah ujian.
“Dan sungguh akan kami
berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. dan
berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang
sabar. (yaitu) orang-orang
yang apabila ditimpa
musibah, mereka
mengucapkan: “Inna
lillaahi wa innaa ilaihi
raaji’uun”. Mereka Itulah
yang mendapat
keberkatan yang
Sempurna dan rahmat dari
Tuhan mereka dan mereka
Itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk”.
Dalam ayat ini Allah
memberikan kabar
gembira kepada orang-
orang yang sabar ketika
menghadapi ujian. Dan
sejatinya setiap muslim
akan mendapat ujian
sebagaimana disebutkan
dalam ayat diatas.
Dan kondisi ketiga, yang
tidal lepas dari setiap
muslim adalah khilaf dan
melakukan dosa. Inilah ciri
khas manusia secara
umum, karena mereka
adalah anak-cucu Adam
dan Hawa yang pernah
melakukan dosa. Tetapi
sebaik-baiknya orang
yang melakukan dosa
adalah beristighfar dan
bertaubat. Dan diantara
banyak bentuk istighfar
ada tuannya istighfar atau
Sayyidul Istighfaar, setiap
muslim harus dapat
menghafal dan
membacanya secara rutin,
” Ya, Allah Engkaulah
Rabbku tiada ilah kecuali
Engkau. Engkau telah
menciptakanku, aku
adalah hamba-Mu, dan
aku akan berusaha tetap
komitmen dijalan-Mu
sekuat tenagaku. Aku
mengakui segala ni’mat-
Mu padaku, dan aku
mengakui dosaku,
ampunilah aku. Karena
tidak Dzat yang dapat
mengampuni kecuali
Engkau”.
Ketika muslim dan
muslimah senatiasa dalam
sikap seperti ini, niscaya
mereka akan
mendapatkan
kebahagiaan, bukan hanya
di dunia, tetapi di dunia
dan akhirat. Semoga Allah
memberikan istiqomah
pada kita. Amin.
(dakwatuna)

Sabtu, 31 Juli 2010

Munajat cinta

photo
Dalam kegelisahan jiwaku, saat
aku
mencoba menelusuri puing puing
reruntuhan cinta para kekasih.
Terhentak hati, seluruh tubuhku
bergetar, memuji keagungan
makna cinta yang murni.. Kakiku
lemas, seluruh keangkuhanku
luluh
lantak, Terjatuh dan tersungkur
aku dalam tangisan cinta,
tengadah seluruh jiwa dan
ragaku,
bersimpuh dalam keheningan
rasa,
bermunajat kepada sang
penguasa seluruh 'cinta',
Bismillahi ar-rahmaan, ar-rohiim
Dengan nama-MU yaa.. ALLAH..
yang maha pengasih lagi maha
penyayang.
Seluruh keagungan puji yang
sempurna tetap hanya milik-MU ya
ROBBy.. Kami adalah hambamu
yang lemah dan bodoh, yang
selalu
menganiaya diri kami sendiri,
kami
yang terus memperturutkan hawa
nafsu kami, kami yang tenggelam
dalam kegelapan yang jahil,
Sungguh jika bukan karena
ampunan,serta rahmat dari-MU ya
ALLAH, Maka kami sungguh adalah
termasuk orang-orang yang rugi.
Ya ALLAH tiada cinta yang kami
miliki, melainkan hanya dari-MU.
Dan hanya atas kuasa serta
kehendak-MU kami dapat saling
mencintai, saling berbagi ,serta
saling memberi.. , ya ALLAH tuhan
kami berilah atas kami semua
cahaya cinta-MU yang suci. Agar
kami dapat melihat kebenaran
tentang arti cinta yang suci, agar
kami tiada tersesat,terperosok
dilembah-lembah gelap, tempat
para pendurhaka-pendurhaka
cinta. Ya ALLAH andai kami telah
tersesat,maka terimalah taubat
kami semua, bimbing dan
peliharalah kami di jalan menuju
cinta-MU.
Yaa..ALLAH penggengam segala
cinta.. Andai kami alpa, tegurlah
kami,agar kami tersadar dari
segala kekhilafan dan kebodohan
kami, kami adalah milikmu ya..
ALLAH, siramilah hati-hati kami
semua dengan butir-butir cinta-
MU
yang lembut , ampunilah kami
semua dari segala dosa-dosa dan
kedurhakaan atas kesucian cinta-
MU.
Ya..ALLAH Tuntunlah kami untuk
dapat menempuh jalan para
kekasihmu. Peliharalah serta
kuatkanlah langkah-langkah kami
dalam perjalanan ini, untuk
menggapai mutiara cinta-MU.
Ajarkanlah kami ilmu tentang
cinta.. Sebagaimana telah ENGKAU
ajarkan kepada hamba-hamba-MU
yang lurus dan tulus mencintai-
MU,
mereka yang tiada henti beramal
sholeh, yang selalu penuh
keikhlasan mengabdi dan
memelihara cinta, yang telah
bersatu padu menebarkan benih-
benih cinta dimuka bumi, yang
membiaskan cahaya cinta-MU
kedalam hati-hati kami yang
gelap.
"SEGENAP SALAM KAMI UNTUK
PARA
KEKASIH"
Komentari - Tidak Suka
Anda dan 2 orang lainnya

Rabu, 28 Juli 2010

Jangan iri hati

“Rasa iri menggerogoti
sukacita, kebahagiaan, dan
kepuasan hidup seseorang
sampai habis. ”
Dahulu di sebuah desa,
hiduplah seorang tabib yang
sangat pandai mengobati
orang. Namanya tabib Lie.
Selain pandai mengobati, tabib
Lie pun tidak pernah meminta
bayaran tinggi sesuai
kemampuan penduduk. Itulah
sebabnya penduduk senang
sekali kepadanya. Keadaan itu
membuat tabib Han menjadi iri.
Sebenarnya tabib Han juga
pandai mengobati orang.
Namun, sayang ia selalu
meminta bayaran yang tinggi.
Jadi penduduk desa kurang
senang kepadanya.
Melihat kesuksesan tabib Lie,
timbullah niat jahat di benak
tabib Han. Suatu hari tabib Han
menghadap Baginda Raja
Mhing. Raja Mhing terkenal
sebagai penguasa yang kurang
bijaksana dan cepat sekali
emosi. Tabib Han pun
memanfaatkan hal itu untuk
mencelakan tabib Lie.
Tabib Han melaporkan kepada
Baginda Raja, “ Wahai Baginda
yang mulia , Tabib Lie ternyata
mempunyai sebutir pil umur
panjang. Ia sengaja
menyembunyikannya untuk
dipakai sendiri. ”. “Pil umur
panjang ? ”kening baginda
mengerut. “Benar yang Mulia,
tabib Lie berusaha
menyembunyikan pil
penemuannya itu, ”kata tabib
Han, berusaha membohongi
Baginda.
Mendengar ada sebutir pil
yang dapat membuat
seseorang menjadi berumur
panjang, Baginda Raja pun
tertarik. Baginda Raja segera
memerintahkan tabib Lie untuk
menghadapnya. Tabib lie
terkejut saat medengar
permintaan Baginda Raja.
“ Ampun, Baginda Raja.
Sebenarnya hamba tidak
mempunyai pil umur
panjang, ”kata tabib hati-hati.
Mendengar perkataan tersebut
baginda pun marah, ”Jangan
bohong! Aku tahu kau sengaja
menyembunyikan pil itu untuk
kau makan sendiri. Aku tidak
mau tahu. Kau harus
memenuhi permintaanku.
Kuberi kau waktu satu minggu.
Jika kau tidak memberikan pil
itu, kepalamulah taruHannya. ”
Tabib lie tidak lagi dapat
berkata-kata.
Ia mengetahui ini pasi ulah
tabib Han, orang yang iri dan
selalu mau menyingkirkannya.
Tabib Lie kembali ke rumah. Ia
sangat sedih dan tidak dapat
tidur nyenyak. Istirnya yang
mengetahui keadaan
suaminya, datang
mendekatinya lalu mebisikan
sesuatu kepadanya tiba-tiba
saja wajah murung tabib Lie
berubah ceria. Ternyata sang
istri telah memberinya sebuah
ide cemerlang untuk
mengatasi masalahnya.
Beberapa hari berlalu. Akhirnya
waktu yang ditentukan
Baginda Raja telah berakhir.
Tabib Han bersorak melihat
keadaan tabib Lie. “Kali ini kau
pasti dapat kusingkirkan,” pikir
tabib Han.
Pagi itu tabib Lie datang
menghadap Baginda Raja.
“ Mana pil pesananku?”Tanya
Baginda tanpa basa-basi.
“ Ampun yang Mulia, sebelum
hamba memberikan pil umur
panjang itu, izinkan hamba
menyampaikan sesuatu, ”ujar
tabib Lie “Cepat katakana,”
jawab baginda Raja tak sabar
“ Pil umur panjang itu baru
akan berkhasiat jika Baginda
meminumnya sesuai dengan
syarat-syaratnya, ”jawab tabib
Lie menjelaskan.
“ Syarat?”Tanya Baginda tidak
mengerti
“ Sebelum pil umur panjang itu
Baginda minum, Baginda harus
menjalani puasa selama empat
puluh hari empat puluh
malam, ”jelas tabib Lie
“Syarat yang aneh,”ujar
Baginda Raja. “Tetapi baiklah
aku akan
melakukannya,”lanjutnya.
Akhirnya mulai hari itu Baginda
pun menjalani puasanya. Hari
pertama puasa, Baginda dapat
menjalaninya dengan baik
tetapi memasuki hari ke-3
Baginda merasa resah. Ia tidak
dapat tidur dan bekerja
dengan konsentrasi karena
rasa lapar yang dideritanya.
”Apa enaknya mendapatkan pil
umur panjang itu kalau aku
harus berpuasa sampai empat
puluh hari. Mungkin sebelum
aku mendapatkannya pil itu
aku sudah mati
kelaparan, ”pikir Baginda Tiba-
tiba Baginda sadar kalau
permintaanya itu aneh. ”mana
ada manusia yang abadi ?,
Setiap manusia pasti akhirnya
akan meninggal juga, ”kata
baginda.”Alangkah bodohnya
aku karena menerima laporan
yang tidak masuk akal begitu
saja dari tabib Han, ”sesal
Baginda. Akhirnya Baginda
sadar bahwa tabib Han sudah
membohonginya. Segera saja
ia menyuruh pengawalnya
menangkap tabib Han dan
menjebloskannya ke dalam
penjara.
Sahabat, Hanya sedikit orang
yang memiliki sikap
menghormati keberhasilan
seorang teman tanpa rasa iri
hati ”. Rasa iri memang hanya
akan merusak hati dan
kehidupan seseorang. Selain
menjauhkan kita dari sukacita
dan damai sejahtera, iri hati
Hanya akan menyengsarakan
hidup. Sesungguhnya, orang
bodoh dibunuh oleh sakit hati
dan orang bebal dimatikan
oleh iri hati.
Bila meyadari bahwa tidak ada
satu pun keuntungan dengan
menyimpan salah satu penyakit
hati itu, mengapa kita tidak
berusaha menyingkirkannya?
Belajarlah untuk dapat
menerima kesuksesan orang
lain dengan lapang dada
karena terkadang kita harus
mengakui bahwa ”diatas langit
masih ada langit”. Atau ketika
kita melihat keberhasilan
seseorang, jadikanlah hal itu
sebagai lecutan yang
memotivasi diri agar mampu
bekerja lebih maksimal lagi.
Bila perlu bergaulah dengan
mereka dan jalin sebuah
hubungan yang baik agar kita
pun bias belajar sesuatu untuk
meraih sukses.
Jika mereka mampu, kita juga
pasti mampu. JIKA KITA SIBUK
MEMPERSIAPKAN DIRI MENJADI
PRIBADI YANG SEMAKIN BAIK
DARI HARI KE HARI, SAYA RASA
KITA TIDAK AKAN PUNYA CUKUP
WAKTU UNTUK MERASA IRI
DENGAN ORANG LAIN.
Bagaimana menurut Anda?
"Jangan Sesekali Kamu Iri Hati
Kerana Iri Hati Menghapuskan
Kebajikan Seperti Api
Menghanguskan Kayu Bakar" -
Riwayat Abu Dawud
Terapi Mengobati Iri hati
Iri hati adalah penyakit hati
yang paling berbahaya. Dan
hati tidak bisa diobati kecuali
dengan ilmu dan amal. Ilmu
tentang iri hati yaitu
hendaknya kita ketahui bahwa
iri hati sangat membahayakan
kita, baik dalam hal agama
maupun dunia. Dan bahwa
keiri hatian itu setitikpun tidak
membahayakan orang yang
diirihati, baik dalam hal agama
atau dunia, bahkan ia malah
memetik manfaat darinya. Dan
nikmat itu tidak akan hilang
dari orang yang kita iri hati
hanya karena keiri hatian kita.
Bahkan seandainya ada orang
yang tidak beriman kepada
hari Kebangkitan, tentu lebih
baik baginya meninggalkan
sifat iri hati daripada harus
menanggung sakit hati yang
berkepanjangan dengan tiada
manfaat sama sekali, apatah
lagi jika kemudian siksa akhirat
yang sangat pedih menanti?
Bahkan kemenangan itu ada
pada orang yang diiri hati, baik
untuk agama maupun dunia.
Dalam hal agama, orang itu
teraniaya oleh Kita, apalagi jika
keiri hatian itu tercermin dalam
kata-kata, umpatan,
penyebaran rahasia, kejelekan
dan lain sebagainya. Dan
balasan itu akan dijumpai di
akhirat. Adapun
kemenangannya di dunia
adalah musuhmu bergembira
karena kesedihan dan
keirihatianmu itu.
Adapun amal yang bermanfaat
yaitu hendaknya kita
melakukan apa yang
merupakan lawan dari keiri
hatian. Misalnya, jika dalam
jiwa kita ada iri hati kepada
seseorang, hendaknya kita
berusaha untuk memuji
perbuatan baiknya, jika jiwa
ingin sombong, hendaknya
kita melawannya dengan
rendah hati, jika dalam hati kita
terbetik keinginan menahan
nikmat pada orang lain maka
hendaknya kita berdo'a agar
nikmat itu ditambahkan. Dan
hendaknya kita teladani
perilaku orang-orang salaf
yang bila mendengar ada
orang iri padanya, maka
mereka segera memberi
hadiah kepada orang tersebut.
Dan sebagai penutup tulisan
ini, ada baiknya kita renungkan
kata-kata Ibnu Sirin: "Saya
tidak pernah meng-iri hati
kepada seorangpun dalam
urusan dunia, sebab jika dia
penduduk Surga, maka
bagaimana aku menghasudnya
dalam urusan dunia
sedangkan dia berjalan
menuju Surga. Dan jika dia
penduduk Neraka, bagaimana
aku menghasud dalam urusan
dunianya sementara dia
sedang berjalan menuju ke
Neraka."
Sahabat, namun ada dua iri
hati yang diperbolehkan yaitu :
1. Iri terhadap orang yang
dikaruniai kemampuan
membaca Al-Qur ’an lalu ia
membacanya siang dan malam
hari
2. Iri terhadap orang yang
dikaruniai Harta lalu ia
mensedekahkan pada siang
dan malam hari

Senin, 26 Juli 2010

Jangan suka mengeluh

JANGAN PERNAH MENGELUH
“Daripada menghitung
kesulitan-kesulitan kita,
cobalah
Menjumlahkan berkah-berkah
yang telah kita terima !”.
Seorang musafir dengan
seorang Pelayan
kesayangannya mengadakan
perjalanan jauh. Dalam
perjalanan itu mereka
membawa barang-barang
berharga untuk dijual, seperti
seekor kambing, ayam jago,
serta sebuah obor.
Di sepanjang perjalanan,
mereka berdiskusi tentang
sifat Tuhan. ”Tuhan itu baik, Dia
selalu menyertai kemana pun
kita pergi, ”ujar Si Pelayan. “Aku
tidak yakin dengan apa yang
kau katakana, lihat saja
mungkin Tuhan menyertai
perjalanan kita, “ujar musafir,
sinis.
Menjelang sore tibalah mereka
di sebuah desa. Mereka
berharap dapat beristirahat
sejenak di desa itu, tetapi
sayang tidak seorang pun yang
bersedia menerima mereka.
Penduduk di desa itu tidak
mau menerima orang asing.
Jadi mereka mengusir musafir
dan Pelayannya. Mendapat
perlakuan kasar seperti itu,
musafir menggerutu, ”Benar,
kan, kataku ? Tuhan tidak
menyertai kita. Buktinya, Dia
tidak memberi kita tempat
istirahat. ”
Karena tidak ada tempat untuk
beristirahat maka musafir dan
Pelayannya terpaksa pergi ke
tengah hutan yang letaknya
tidak jauh dari desa. Sampai di
sana musafir itu memasang
tenda lalu berbaring melepas
rasa lelah. Si Pelayan berusaha
menghibur tuann tuannya,
“ Pasti menurut Tuhan,
bermalam di tengah hutan ini
merupakan yang terbaik bagi
kita. ”
Tidak lama kemudian
terdengarlah suara binatang
buas. Ternyata seekor serigala
datang menerkam kambing
milik sang musafir. Karena
ketakutan, sang Musafir pun
lari dan memanjat pohon
untuk menyelamatkan diri. Dari
atas pohon sang Musafir
berkata kepada Si Pelayan
“ Masih beranikah engkau
mengatkan bahwa Tuhan itu
baik? Lihat saja Tuhan sudah
membiarkan kita kedinginan di
hutan ini. Tidak hanya itu saja,
dia sudah membuatku rugi
karena tidak dapat lagi menjual
kambingku ke pasar.” Pelayan
yang bijaksana itu berusaha
menenangkan
majikannya, ”Tuan seharusnya
bersyukur dan berterima kasih
karena jika serigala itu tidak
menerkam kambing, Tuan dan
akulah yang diterkamnya.
Tuhan memang baik karena
sudah melindungi kita dari
maut.”
Musafir masih berada di atas
pohon ketika hembusan
angina kencang memadamkan
obor yang merupakan satu-
satunya penghangat yang ia
miliki di tengah cuaca yang
begitu dingin. Sang musafir itu
masih saja mengeluh dan tidak
memedulikan kata-kata Si
Pelayan. Dengan sindiran sinis
ia berkata, “Kelihatannya
kebaikan Tuhan kepada kita
begitu nyata di sepanjang
malam ini. ”
Keesokan harinya Mereka
bersiap untuk melanjutkan
perjalanan. Ketika melewati
desa yang kemarin mereka
singgahi, mereka terkejut
melihat keadaan desa yang
porak-poranda. Setelah
bertanya kepada para
penduduk tahulah sang
Musafir bahwa semalam
sekelompak perampok telah
menjarah desa tersebut. “Telah
terbukti bahwa Tuhan itu
memang baik. Jika semalam
kita menginap disana, barang-
barang Tuan yang berharga
akan ikut dirampok. Dan, kalau
saja angina kencang tidak
memadamkan obor,
perampok-perampok itu pasti
dapat melihat barang-barang
dengan jelas lalu
mengambilnya semua, ”ujar
Pelayan. Sang musafir
tertunduk malu. Ia lalu
menangis karena dia
sepanjang jalan ini ia hanya
mengeluh dan menggerutu
kepada Tuhan.
Mengeluh hanya akan
menguras tenaga dan
membuang waktu kita dengan
percuma. Menggerutu tidak
akan pernah menyelesaikan
persoalan, justru menambah
beban. Ketika sedang dilanda
masalah, belajarlah untuk tetap
bersyurkur. Kata-kata positif
memang tidak langsung
mengubah keadaan, tetapi
setidaknya kita memiliki
suasana hati yang lebih baik.
Hati dan pikiran yang tenang
akan membuat kita kuat dalam
menghadapi masalah apa pun.
Mungkin ada yang
berkata, ”Bila keadaan sedang
kacau, saya tidak mungkin
mengucapkan kata-kata yang
baik. ”Bila tidak dapat berkata-
kata yang baik, ada baiknya
Anda juga memutuskan untuk
tidak berkata-kata sama sekali.
Diamlah. Bukankah sering kali
diam justru menyelesaikan
segalanya? Belajarlah berdiam
diri sejenak dan setelah itu
lihat apa yang akan terjadi.
“Dan janganlah kamu iri hati
terhadap karunia yang telah
dilebihkan Allah kepada
sebagian kamu atas sebagian
yang lain. (Karena) bagi laki-laki
ada bagian dari apa yang
mereka usahakan, dan bagi
perempuan (pun) ada bagian
dari apa yang mereka
usahakan. Mohonlah kepada
Allah sebagian dari karunia-
NYA. Sungguh Allah Maha
Mengetahui segala
sesuatu” (QS: An-Nisa:32)
“Sungguh, Allah tidak akan
menzalimi seseorang
walaupun sebesar Zarrah, dan
jika ada kebajikan (sekecil
zarrah), niscaya Allah akan
melipatgandakannya dan
memberikan pahala yang besar
dari sisi-NYA.” (QS: An-Nisa:40).
“Allah tidak menghendaki
untuk memberikan kamu
sesuatu beban yang berat,
tetapi ia berkehendak untuk
membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya
kepadamu supaya kamu
berterimakasih.” (QS:Al-Maidah:
6)
“ Apakah manusia mengira
bahwa mereka akan dibiarkan
hanya dengan mengatakan,
“ Kami telah beriman”, dan
mereka tidak diuji?”(QS: Al-
Ankabut:2)
“ Maka sesungguhnya bersama
kesulitan ada kemudahan,
sesungguhnya bersama
kesulitan ada kemudahan ” (QS:
Al- Insyirah: 5-6).
Allah SWT berfirman dalam
hadis qudsiy, ana `inda dzonni
`abdi = AKU TERGANTUNG
BAGAIMANA HAMBA KU
BERPRASANGKA KEPADAKU.
Semua harapan, semua
prasangka, semua hajat
makhluknya bisa dilayani oleh
kehendakNya.

Sabtu, 24 Juli 2010

IMAM Al-GHOZALI

Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad al Ghazali ath-Thusi
asy-Syafi'i (lahir di Thus; 1058 /
450 H – meninggal di Thus;
1111 / 14 Jumadil Akhir 505 H;
umur 52–53 tahun) adalah
seorang filosof dan teolog
muslim Persia, yang dikenal
sebagai Algazel di dunia Barat
abad Pertengahan.
Ia berkuniah Abu Hamid karena
salah seorang anaknya bernama
Hamid. Gelar beliau al-Ghazali
ath-Thusi berkaitan dengan
ayahnya yang bekerja sebagai
pemintal bulu kambing dan
tempat kelahirannya yaitu
Ghazalah di Bandar Thus,
Khurasan, Persia (Iran).
Sedangkan gelar asy-Syafi'i
menunjukkan bahwa beliau
bermazhab Syafi'i. Ia berasal dari
keluarga yang miskin. Ayahnya
mempunyai cita-cita yang tinggi
yaitu ingin anaknya menjadi
orang alim dan saleh. Imam Al-
Ghazali adalah seorang ulama,
ahli pikir, ahli filsafat Islam yang
terkemuka yang banyak memberi
sumbangan bagi perkembangan
kemajuan manusia. Ia pernah
memegang jawatan sebagai Naib
Kanselor di Madrasah
Nizhamiyah, pusat pengajian
tinggi di Baghdad. Imam Al-
Ghazali meninggal dunia pada 14
Jumadil Akhir tahun 505 Hijriah
bersamaan dengan tahun 1111
Masehi di Thus. Jenazahnya
dikebumikan di tempat
kelahirannya.
Sifat Pribadi
Imam al-Ghazali mempunyai daya
ingat yang kuat dan bijak
berhujjah. Ia digelar Hujjatul
Islam karena kemampuannya
tersebut. Ia sangat dihormati di
dua dunia Islam yaitu Saljuk dan
Abbasiyah yang merupakan
pusat kebesaran Islam. Ia berjaya
menguasai pelbagai bidang ilmu
pengetahuan. Imam al-Ghazali
sangat mencintai ilmu
pengetahuan. Ia juga sanggup
meninggalkan segala
kemewahan hidup untuk
bermusafir dan mengembara
serta meninggalkan kesenangan
hidup demi mencari ilmu
pengetahuan. Sebelum beliau
memulai pengembaraan, beliau
telah mempelajari karya ahli sufi
ternama seperti al-Junaid Sabili
dan Bayazid Busthami. Imam al-
Ghazali telah mengembara
selama 10 tahun. Ia telah
mengunjungi tempat-tempat suci
di daerah Islam yang luas seperti
Mekkah, Madinah, Jerusalem, dan
Mesir. Ia terkenal sebagai ahli
filsafat Islam yang telah
mengharumkan nama ulama di
Eropa melalui hasil karyanya yang
sangat bermutu tinggi. Sejak
kecil lagi beliau telah dididik
dengan akhlak yang mulia. Hal ini
menyebabkan beliau benci
kepada sifat riya, megah,
sombong, takabur, dan sifat-sifat
tercela yang lain. Ia sangat kuat
beribadat, wara, zuhud, dan
tidak gemar kepada kemewahan,
kepalsuan, kemegahan dan
mencari sesuatu untuk
mendapat ridha Allah SWT.
Pendidikan
Pada tingkat dasar, beliau
mendapat pendidikan secara
gratis dari beberapa orang guru
karena kemiskinan keluarganya.
Pendidikan yang diperoleh pada
peringkat ini membolehkan
beliau menguasai Bahasa Arab
dan Parsi dengan fasih. Oleh
sebab minatnya yang mendalam
terhadap ilmu, beliau mula
mempelajari ilmu ushuluddin,
ilmu mantiq, usul fiqih,filsafat,
dan mempelajari segala
pendapat keeempat mazhab
hingga mahir dalam bidang yang
dibahas oleh mazhab-mazhab
tersebut. Selepas itu, beliau
melanjutkan pelajarannya
dengan Ahmad ar-Razkani dalam
bidang ilmu fiqih, Abu Nasr al-
Ismail di Jarajan, dan Imam
Harmaim di Naisabur. Oleh sebab
Imam al-Ghazali memiliki
ketinggian ilmu, beliau telah
dilantik menjadi mahaguru di
Madrasah Nizhamiah (sebuah
universitas yang didirikan oleh
perdana menteri) di Baghdad
pada tahun 484 Hijrah. Kemudian
beliau dilantik pula sebagai Naib
Kanselor di sana. Ia telah
mengembara ke beberapa
tempat seperti
Mekkah,Madinah,Mesir dan
Jerusalem untuk berjumpa
dengan ulama-ulama di sana
untuk mendalami ilmu
pengetahuannya yang ada.
Dalam pengembaraan, beliau
menulis kitab Ihya Ulumuddin
yang memberi sumbangan besar
kepada masyarakat dan
pemikiran manusia dalam semua
masalah.
Karya
Teologi
Al-Munqidh min adh-Dhalal
Al-Iqtishad fi al-I`tiqad
Al-Risalah al-Qudsiyyah
Kitab al-Arba'in fi Ushul ad-Din
Mizan al-Amal
Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf
Ulum al-Akhirah[1][2]
Tasawuf
Ihya Ulumuddin (Kebangkitan
Ilmu-Ilmu Agama)[3],
merupakan karyanya yang
terkenal
Kimiya as-Sa'adah (Kimia
Kebahagiaan)[4]
Misykah al-Anwar (The Niche
of Lights)
Filsafat
Maqasid al-Falasifah
Tahafut al-Falasifah,[5] buku
ini membahas kelemahan-
kelemahan para filosof masa
itu, yang kemudian ditanggapi
oleh Ibnu Rushdi dalam buku
Tahafut al-Tahafut (The
Incoherence of the
Incoherence).
Fiqih
Al-Mushtasfa min `Ilm al-Ushul
Logika
Mi`yar al-Ilm (The Standard
Measure of Knowledge)
al-Qistas al-Mustaqim (The Just
Balance)
Mihakk al-Nazar fi al-Manthiq
(The Touchstone of Proof in
Logic)

Minggu, 18 Juli 2010

Rotasi kasih sayang

AYAH…. IBU…. CIUM AKU DONG !
Sahabat, fenomena makin
maraknya anak jalanan bukan
semata karena faktor ekonomi
lemah para orang tua, namun
ternyata tidak sedikit dari anak
jalanan itu adalah anak-anak
dari keluarga yang mapan
ekonominya kendati ada
perbedaan tempat atau
wilayah tongkrongan mereka,
ada yang nongkrong dan
menikmati kebebasannya di
bawah jembatan, pinggir
trotoar dan lampu merah
namun ada juga yang
menikmati kebebasan dan
mencari kasih sayang yang
hilang di mal-mal, discotik dan
hotel.
Kedua kelompok tersebut
hakekatnya adalah sama ketika
tali kendali kasih sayang dari
para orang tua terlepas karena
sebuah alasan klasik SIBUK.
Padahal sebenarnya anak-anak
kita itu membutuhkan sesuatu
yang kadang terlihat oleh kita
sesuatu yang sepele tetapi bagi
anak kita adalah sangat-sangat
berharga, kisah dibawah ini
adalah salah satu ilustrasi yang
layak kita renungkan.
Ada seorang gadis kecil
bernama Sari. Ayah Sari bekerja
enam hari dalam seminggu,
dan sering kali sudah lelah saat
pulang dari kantor. Ibu Sari
bekerja sama kerasnya
mengurus keluarga mereka
memasak, mencuci dan
mengerjakan banyak tugas
rumah tangga lainnya.
Mereka keluarga baik-baik dan
hidup mereka nyaman. Hanya
ada satu kekurangan, tapi Sari
tidak menyadarinya.
Suatu hari, ketika berusia
sembilan tahun, ia menginap
dirumah temannya, Dewi,
untuk pertama kalinya. Ketika
waktu tidur tiba, ibu Dewi
mengantar dua anak itu
ketempat tidur dam
memberikan ciuman dan salam
kepada mereka berdua.
“ Ibu sayang padamu, nak,”
kata ibu Dewi.
“ Aku juga sayang Ibu,” gumam
Dewi.
Sari sangat heran, hingga tak
bisa tidur. Tak pernah ada
yang memberikan ciuman
apappun padanya..
Juga tak ada yang pernah
mengatakan menyayanginya.
Sepanjang malam ia berbaring
sambil berpikir, Mestinya
memang seperti itu ..
Ketika ia pulang, orang tuanya
tampak senang melihatnya.
“Kau senang di rumah Dewi?”
tanya ibunya.
“ Rumah ini sepi sekali tanpa
kau,” kata ayahnya.
Sari tidak menjawab. Ia lari ke
kamarnya. Ia benci pada
orangtunya. Kenapa mereka
tak pernah menciumnya?
Kenapa mereka tak pernah
memeluknya atau mengatakan
menyayanginya ? Apa mereka
tidak menyayanginya?. Ingin
rasanya ia lari dari rumah, dan
tinggal bersama ibu Dewi.
Mungkin ada kekeliruan,
apakah orang tuanya ini
bukanlah orang tua
kandungnya. Mungkin ibunya
yang asli adalah ibu Dewi.
Malam itu, sebelum tidur, ia
mendatangi orangtunya.
“ Selamat malam,”katanya.
Ayahnya,yang sedang
membaca koran, menoleh.
“ Selamat malam,” sahut
ayahnya.
Ibu Sari meletakkan jahitannya
dan tersenyum.
“ Selamat malam, Sari.”
Tak ada yang bergerak. Sari
tidak tahan lagi.
“ Kenapa aku tidak pernah
diberi ciuman?” tanyanya.
Ibunya tampak bingung.
“ Ya....? , apa sari ? ” tanya sang
ibu, sambil terbata-bata, ibu
Sari menjawab “ eemmm,
perasaan dulu ketika ibu masih
kecil tidak ada yang pernah
mencium Ibu, mungkin itu saja
kali nak. ”
Sari menangis sampai tertidur.
Selama berhari-hari ia merasa
marah. Akhirnya ia
memutuskan untuk kabur. Ia
akan pergi ke rumah Dewi dan
tinggal bersama mereka. Ia
tidak akan pernah kembali
kepada orang tuanya yang
tidak pernah menyayanginya.
Ia mengemasi ranselnya dan
pergi diam-diam.
Tapi begitu tiba di rumah Dewi,
ia tidak berani masuk. Ia
merasa takkan ada yang
mempercayainya. Ia takkan
diizinkan tinggal bersama
orang tua Dewi.
Maka ia membatalkan
rencananya dan pergi.
Segalanya terasa kosong dan
tidak menyenangkan.
Ia takkan pernah mempunyai
keluarga seperti keluarga Dewi.
Ia terjebak selamanya bersama
orang tua yang paling buruk
dan paling tak punya rasa
sayang di dunia ini. Sari tidak
langsung pulang, tapi pergi ke
taman dan duduk di bangku. Ia
duduk lama, sambil
berpikir,hingga hari gelap.
Sekonyong-konyong ia
mendapat gagasan.
Rencananya pasti berhasil . Ia
kan membuatnya berhasil.
Ketika ia masuk ke rumahnya,
ayahnya sedang menelpon.
Sang ayah langsung menutup
telepon. ibunya sedang duduk
dengan ekspresi cemas. Begitu
Sari masuk, ibunya berseru, ”
Dari mana saja kamu ? Kami
cemas sekali !”.
Sari tidak menjawab,
melainkan menghampiri
ibunya dan memberikan
ciuman di pipi, sambil
berkata, ”Aku sayang
padamu,Bu.”
Ibunya sangat terperanjat,
hingga tak bisa bicara.
Lalu Sari menghampiri ayahnya
dan memeluknya sambil
berkata, “Assalaamu’alaikum,
Yah. Aku sayang padamu,”
Lalu ia pergi tidur,
meninggalkan kedua
orangtunya yang terperangah
di dapur.
Keesokan paginya, ketika turun
untuk sarapan, ia memberikan
ciuman lagi pada ayah dan
ibunya. Di halte bus, ia
berjingkat dan mengecup
ibunya.
“ I....bu ,Aku sayang
padamu.”,”katanya.
Itulah yang dilakukan Sari
setiap hari selama setiap
minggu dan setiap bulan.
Kadang-kadang orang tuanya
menarik diri darinya dengan
kaku dan canggung. Kadang-
kadang mereka hanya tertawa.
Tapi mereka tak pernah
membalas ciumannya. Namun
Sari tidak putus asa.
Ia telah membuat rencana, dan
ia menjalaninya dengan
konsisten. Lalu suatu malam ia
lupa mencium ibunya sebelum
tidur. Tak lama kemudian,
pintu kamarnya terbuka dan
ibunya masuk.
“ Mana ciuman untukku ?”
tanya ibunya, pura-pura marah.
Sari duduk tegak.
“ Oh, aku lupa,” sahutnya. Lalu
ia mencium ibunya.
“ Aku sayang padalmu, Bu.”
Kemudian ia berbaring lagi.
“ Assalaamu’alaikum,
ibu,”katanya, lalu memejamkan
mata.
Tapi ibunya tidak segera
keluar.
Akhirnya ibunya berkata. “Aku
juga sayang padamu, nak.”
Setelah itu ibunya
membungkuk dan mengecup
pipi Sari.
“ Dan jangan pernah lupa
menciumku lagi,” katanya
dengan nada dibuat tegas. Sari
tertawa.
“ Baiklah,”katanya.
Dan ia memang tak pernah
lupa lagi. Bertahun-tahun
kemudian, Sari mempunyai
anak sendiri, dan ia selalu
memberikan ciuman pada bayi
itu, sampai katanya pipi mungil
bayinya menjadi merah.
Dan setiap kali ia pulang ke
rumah, yang pertama
dikatakan ibunya adalah,
“ Mana ciuman untukku?” Dan
kalau sudah waktunya Sari
pulang, ibunya akan berkata,
“ Aku sayang padamu. Kau tahu
itu, bukan?”, “Ya,Bu,” kata Sari.
“Sejak dulu aku sudah tahu.” .
Dalam sebuah hadits shahih
riwayat Bukhari:
“Bahwa Nabi Shallahu’alaihi
wasallam mencium Hasan bin
Ali, dan disamping beliau ada
Aqro ’ bin Habis at-Tamimy,
maka berkatalah Aqro’:
Sesungguhnya aku punya 10
orang anak tetapi tidak
seorangpun yang pernah
kucium. Lalu Rasulullah
Shallahu ’alaihi wasallam
melihat kepadanya seraya
berkata : Barangsiapa yang
tidak mau menyayangi maka ia
tidak akan disayangi ”.
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu’anha,
ia berkata:
“Telah datang seorang badui
kepada Nabi Shallahu’alaihi
wasallam dan ia berkata: kalian
menciumi anak-anak kecil, tapi
kami tidak pernah menciumi
meraka. Berkatalah Nabi
Shallahu ’alaihi wasallam: Aku
tak kuasa (memberi kasih
sayang di hati kalian) jika Allah
telah mencabut kasih sayang
itu dari hati kalian.

Rotasi kebaikan

Bryan hampir saja tidak
melihat wanita tua yang berdiri
dipinggir jalan itu, tetapi dalam
cahaya berkabut ia dapat
melihat bahwa wanita tua itu
membutuhkan pertolongan.
Lalu ia menghentikan mobil
Pontiacnya di depan mobil
Mecedes wanita tua itu, lalu ia
keluar dan menghampirinya.
Walaupun dengan wajah
tersenyum wanita itu tetap
merasa khawatir, karena
setelah menunggu beberapa
jam tidak ada seorang pun
yang menolongnya.
Apakah lelaki itu bermaksud
menyakitinya?
Lelaki tersebut penampilanya
tidak terlalu baik, ia kelihatan
begitu memprihatinkan.
Wanita itu dapat merasakan
kalau dirinya begitu ketakutan,
berdiri sendirian dalam cuaca
yang begitu dingin, sepertinya
lelaki tersebut tau apa yang ia
pikirkan. Lelaki itu berkata ”
saya kemari untuk membantu
anda bu, kenapa anda tidak
menunggu didalam mobil
bukankah disana lebih hangat?
oh ya nama saya Bryan.
Bryan masuk kedalam kolong
mobil wanita itu untuk
memperbaiki yang rusak.
Akhirnya ia selesai, tetapi dia
kelihatan begitu kotor dan
lelah, wanita itu membuka kaca
jendela mobilnya dan berbicara
kepadanya, ia berkata bahwa
ia dari St Louis dan kebetulan
lewat jalan ini.
Dia merasa tidak cukup kalau
hanya mengucapkan terima
kasih atas bantuan yang telah
diberikan.Wanita itu berkata
berapa yang harus ia bayar,
berapapun jumlahnya yang ia
minta tidak menjadi masalah,
karena ia membayangkan apa
yang akan terjadi jika lelaki
tersebut tidak menolongnya.
Bryan hanya tersenyum.
Bryan tidak mengatakan
berapa jumlah yang harus
dibayar, karena baginya
MENOLONG ORANG BUKANLAH
SUATU PEKERJAAN YANG HARUS
DIBAYAR. Ia sangat yakin
apabila menolong seseorang
yang membutuhkan
pertolongan tanpa suatu
imbalan suatu hari nanti Tuhan
pasti akan membalas amal
perbuatanya.
Ia berkata kepada wanita itu ”
Bila ia benar-benar ingin
membalas jasanya, maka
apabila suatu saat nanti ia
melihat seseorang yang
membutuhkan pertolongan
maka tolonglah orang tersebut
“…dan ingatlah pada saya”.
Bryan menunggu sampai
wanita itu menstater mobilnya
dan menghilang dari
pandangan.
Setelah berjalan beberapa mil
wanita itu melihat kafe kecil,
lalu ia mampir kesana untuk
makan dan beristirahat
sebentar. Pelayan datang dan
memberikan handuk bersih
untuk mengeringkan
rambutnya yang basah. Wanita
itu memperhatikan sang
pelayan yang sedang hamil,
dan masih begitu muda. Lalu ia
teringat kepada Bryan
Setelah wanita itu selesai
makan dan, sang pelayan
sedang mengambil kembalian
untuknya, wanita itu pergi
keluar secara diam-diam.
Setelah kepergiannya sang
pelayan kembali, pelayan itu
bingung kemana wanita itu
pergi, lalu ia menemukan
secarik kertas diatas meja dan
uang $1000. Ia begitu terharu
setelah membaca apa yang
ditulis oleh wanita itu:
“ Kamu tidak berhutang
apapun pada saya karena
seseorang telah menolong
saya, oleh karena itulah saya
menolong kamu, maka inilah
yang harus kamu lakukan:
“ Jangan pernah berhenti untuk
memberikan cinta dan kasih
sayang ”.
Malam ketika ia pulang dan
pergi tidur, ia berfikir
mengenai uang dan apa yang
di tulis oleh wanita itu.
Bagaimana wanita itu bisa
tahu kalau ia dan suaminya
sangat membutuhkan uang
untuk menanti kelahiran
bayinya?
Ia tau bagaimana suaminya
sangat risau mengenai hal ini,
lalu ia memeluk suaminya yang
terbaring disebelahnya dan
memberikan ciuman yang
lembut sambil
berbisik : ”semuanya akan baik-
baik saja sayangku, I Love You
Bryan ”.
Sahabat, ternyata sang pelayan
tersebut adalah istri lelaki yang
bernama Bryan.
“Segala sesuatu yang berputar
akan selalu berputar”,
therefore, don’t ever to stop to
do good things in your life.
(Oleh karena itu, jangan
pernah berhenti untuk
melakukan hal-hal baik dalam
hidup Anda )
“Jika kamu berbuat baik
(berarti) kamu berbuat baik
bagi dirimu sendiri dan jika
kamu berbuat jahat maka
kejahatan itu bagi dirimu
sendiri “ (Q.S.Al-Isro’ : 7)
” Apabila kamu dihormati
dengan suatu penghormatan,
maka balaslah penghormatan
itu dengan yang lebih baik,
atau balaslah (dengan yang
serupa). Sesungguhnya Allah
memperhitungkan segala
sesuatu ” ( Q.S. An-Nisa : 86 )